Zaid bin Tsabit, Hafidz dan Sekretaris Kebanggan Rasulullah



Nama Zaid bin Tsabit sangat terkenal pada zaman kenabian. Zaid bin Tsabit adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Dia mendapat kepercayaan penuh dari Rasulullah menjadi penulis wahyu dan surat-surat Nabi.
Sebelum mendapat tugas menulis wahyu dan menghimpun Al-Qur'an, Zaid Bin Tsabit merupakan seorang sahabat Anshar dari Madinah.

Pertemuan pertamanya dengan Rasulullah terjadi saat usia Zaid masih 11 tahun. Ketika itu Rasulullah datang berhijrah ke Madinah. Zaid dan keluarganya masuk Islam. Rasulullah pun mendoakan keberkahan untuk dirinya.

Zaid terkenal sebagai anak yang pemberani dan bersemangat. Ketika perang Uhud, Zaid dan kawan-kawannya menemui Rasulullah supaya bisa diikutkan dalam peperangan. Namun, Rasul menolak karena umur mereka masih terlalu kecil.

Saat itu, Rasul menjanjikan kepada Zaid dan teman-temannya bahwa mereka akan diajak pada perang yang akan datang.

Zaid kecil tumbuh sebagai muslim yang cerdas. Zaid mampu menghafal Alquran, menulis wahyu untuk Rasulullah, serta menguasai ilmu hikmah.

"Zaid bin Tsabit di Madinah adalah orang terdepan di bidang kehakiman, fatwa, qira'ah dan fara'idh," kata salah seorang sahabat Nabi, Qabishah, dikutip dalam buku Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW karya Khalid Muhammad Khalid.

Suatu hari Rasullulah mendapat tugas untuk menyampaikan dakwah ke dunia luar dan mengirimkan surat kepada para Kaisar dan Raja di seluruh penjuru dunia.

Kecerdasan, keterampilan, dan kecakapan Zaid, membuat Rasulullah memintanya untuk mempelajari berbagai bahasa asing termasuk aksara Yahudi.

Tugas dari baginda Rasul untuk belajar bahasa dan aksara tersebut disanggupi Zaid hingga dia fasih secara lisan maupun tulisan dalam waktu singkat.

Sejak saat itulah, Zaid berperan sebagai penerjemah dan menulis balasan surat-surat ketika Nabi hendak mengirim surat atau menerima surat dari para Kaisar. Zaid pun kerap disebut sebagai tangan kanan Rasulullah.

Kepintaran Zaid juga membuatnya dipercaya mengemban salah satu tugas paling mulia dalam sejarah Islam yaitu menghimpun Al-Qur'an.

Zaid mulai melaksanakan tugas itu secara perlahan dan berhati-hati. Dia menghafal satu per satu wahyu yang turun kepada Rasulullah selama kurang lebih 21 tahun.

Pasca Rasulullah wafat, Umar bin Khattab meminta Khalifah Abu Bakar menghimpun Al-Qur'an secepat mungkin. Abu Bakar pun beristikharah. Kemudian dia memanggil Zaid untuk segera menghimpun Al-Qur'an.

"Demi Allah, andai mereka menugaskan ku memindahkan gunung dari tempatnya, niscaya itu lebih mudah dibanding menghimpun Al-Qur'an," kata Zaid saat itu.

Zaid tetap melakukan tugas itu dengan baik hingga Al-Qur'an berhasil dihimpun menjadi sebuah kitab yang dibaca hingga saat ini. Dalam tiap lembar Al-Quran yang kita baca saat ini, terdapat goresan tinta Zaid bin Tsabit, sahabat Nabi yang menulis wahyu dan surat Rasulullah.

Ibu Zaid sangat senang anaknya ingin menjadi penghafal Al-Quran. Saking bahagianya, ia sebarkan kabar tersebut kepada kaum Anshar tentang keinginan anaknya. Setelah itu, ia berbicara dengan Rasulullah bahwa anaknya telah hafal 17 surat sebagai upaya ingin dekat dengan beliau.

Rasulullah pun mendengarkan zaid melatunkan ayat suci Al Quran. Bacaannya bertajwid jelas dan bersuara merdu. Berkat kemampuan Zaid, Rasulullah memujinya karena tidak banyak anak seusia dia yang dapat menghafal Al Quran dengan cepat. Usaha Zaid berbuah manis, ia menjadi sekretaris Rasulullah di usia muda. Jika Rasulullah menerima wahyu, maka beliau memanggil Zaid untuk menulis ayat yang turun.

Zaid menghembuskan nafas terakhir pada tahun 45 Hijriyah. Kepergian tokoh cendekia tersebut sangat membekas di hati penduduk Madinah. Salah satu yang merasa kehilangan ialah Ibnu Abbas RA, sang perawi hadits.

Subscribe to receive free email updates: