Ustadz Adi Hidayat, Lc, MA.

Bografi




 

Ust. Adi Hidayat, Lc, MA. lahir dengan nama Lengkap Adi Hidayat Warso pada tanggal 11 September 1984 di Pandeglang Propinsi Banten dari pasangan orang tua Warso Supena (Ayah) dan Hj.Rafiah Akhyar (Ibu) memiliki 4 orang saudara yaitu Ade Rahmat, Neng Inayatin, Ima Rakhmawati, dan Ita Haryati. Ustadz Adi Hidayat menikah dengan Shufairok atau dikenal dengan panggilan Mbak Iir, Asli Lasem Rembang dan memiliki 3 orang anak. Anak yang pertama bernama Muhammad Hamilul Qurani, kemudian yang kedua bernama Amelia Habibatul Mustofa, dan yang ketiganya bernama Muhammad Abdullah Amali lahir pada hari Rabu, 24 Ramadhan 1440 H / 29 Mei 2019. 

 

Pendidikan agamanya beliau dapatkan dari kedua orang tuanya, meski pertemuan dengan ayahnya tidak berlangsung lama dikarenakan sang ayahanda dipanggil oleh yang maha kuasa saat Adi Hidayat berumur 13 tahun. Pelajaran mengaji Al-Qur'an beliau dapatkan dari sang ibunda sejak ia masih kecil bersama saudara-saudara yang lainnya. Dalam salah satu ceramahnya Ustadz Adi Hidayat menceritakan bagaimana ibunya mendidik anak anaknya untuk mengaji Al-Qur'an di waktu setelah shalat magrib. Sang ibunda akan mencari anak-anaknya yang tidak hadir saat pelajaran mengaji hingga ditemukan dimanapun mereka bersembunyi.

 

 

Ibunda Adi Hidayat

 

Ibunda Adi Hidayat adalah seorang ibu rumah tangga biasa, beliau adalah sosok ibu sangat sayang keluarga. Kesholehannya membawa keluarga selalu dekat dengan tuntunan agama Islam yang benar. Ada dua prinsip yang beliau ingat betul tentang ibunya, yang pertama beliau adalah sosok yang disiplin dalam hal beribadah kepada Allah.

 

Bila waktu magrib tiba, semua penghuni rumah dilarang melakukan aktifitas. Televisi dan radio harus dalam keadaan mati, selesai menunaikan shalat magrib Adi HIdayat dan  ke-empat saudaranya yang lain harus sudah siap di depan beliau untuk belajar mengaji dan beliaulah yang mengajarkan membaca Al-Quran langsung kepada anak-anaknya.

 

Bila salah satu dari anak-anaknya tidak hadir maka keempat saudara yang lainnya disuruh untuk mencari, kemanapun bersembunyi pasti bisa ditemukan, hingga semua dipastikan hadir di depan ibu untuk mengikuti pelajaran mengaji malam itu. Pernah Adi hidayat kecil bersembunyi di bawah lemari, dan keempat saudaranya mencari hingga didapatinya Adi Hidayat bersembunyi di bawah lemari.

 

Yang kedua yang Adi Hidayat ingat betul sejak aku kecil, salah satu usaha Ibundanya sepeninggal ayahnya (wafat saat Adi Hidayat berusia 13 tahun). Sejak kecil, Ustadz Adi Hidayat paham betul soal ibundanya yang selalu memastikan apa-apa yang masuk ke dalam tubuh anak-anaknya semuanya betul-betul dalam keadaan yang halal. Misalnya saja, kalau ibundanya membeli ayam tidak pernah membeli ayam yang sudah mati. Sang ibu datang sendiri ke pasar untuk mencari ayam yang masih hidup dan disembelih oleh tukang ayamnya di hadapannya dan doanya sang bunda langsung yang bimbing, hal ini dilakukan untuk memastikan ayam yang disembelih benar-benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Kalaupun makanan yang dibawa ke rumah dalam keadaan jadi, maka dipastikan orang yang menjualnya sangat dikenal beliau. Ibu kami selalu memastikan anak-anaknya mendapatkan makanan yang benar, yang Allah ridhai dan membangun hubungan baik dengan Allah Subhanahu wa ta ‘alaa.

 

 

Ayahanda Adi Hidayat

 

Kisah Spiritual beliau berawal dari sebuah rumah kecil di Pandeglang, Banten. Ayahnya adalah seorang pengajar (Ustadz) di sebuah Musholla kecil (di kemudian hari menjadi mesjid). Setiap malam yang ditentukan Adi Hidayat kecil selalu di bawa ayahnya mengikuti taklim. Saat sang ayah, Adi Hidayat menemani di sisinya hingga tertidur. Bila tiba waktunya pulang, Adi Hidayat digendong Ayahanda menuju rumah. Meski demikian, sang Ayah tidak pernah membangunkan Adi saat tidur di musholla, dengan penuh rasa kasih sayang seorang ayah dijaganya tidur sang anak hingga tiba di rumah.

 

Ustadz Adi Hidayat ingat betul saat ayah memeluknya sepanjang perjalanan dari musholla menuju rumah, Adi tahu apa apa yang dilakukan sang ayah di sepanjang jalan menuju rumah agar dirinya tetap terjaga dari tidur. Hal ini dapat diketahui saat Adi pura-pura tidur di musholla, hal ini Adi lakukan hanya ingin tahu saja apa yang sang Ayah lakukan sepanjang jalan menuju rumah.

 

Saat tiba di rumah, kemudian sang Ayah meletakkan Adi (yang saat itu pura-pura tidur) di tempat tidur. Saat itulah Adi bangun, mengetahui sang anak pura-pura tidur, ayahnya bukannya marah tapi malah tersenyum dan mengajaknya bermain. Itulah kenangan saat kecil yang masih membekas dalam ingatan sang Ustadz yang hafal Qur'an 30 Juz ini hingga dewasa.

 

 

Pendidikan Formal

 

Ustadz Adi Hidayat memulai pendidikan formal di TK Pertiwi Pandeglang tahun 1989 dan lulus dengan predikat siswa terbaik. Kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN Karaton 3 Pandeglang hingga kelas III dan beralih ke SDN III Pandeglang di jenjang kelas IV hingga VI. Di dua sekolah dasar ini beliau juga mendapat predikat siswa terbaik, hingga dimasukan dalam kelas unggulan yang menghimpun seluruh siswa terbaik tingkat dasar di Kabupaten Pandeglang. Dalam program ini, beliau juga menjadi siswa teladan dengan peringkat pertama. Dalam proses pendidikan dasar ini, Adi Hidayat kecil juga disekolahkan kedua orang tuanya ke Madarasah Salafiyyah Sanusiyyah Pandeglang. Pagi sekolah umum, siang hingga sore sekolah agama. Di madrasah ini, beliau juga menjadi siswa berprestasi dan didaulat sebagai penceramah cilik dalam setiap sesi wisuda santri.

 

Tahun 1997, beliau melanjutkan pendidikan Tsanawiyyah hingga Aliyah (setingkat SMP-SMA) di Ponpes Darul Arqam Muhammadiyyah Garut. Ponpes yang memadukan pendidikan Agama dan umum secara proporsional dan telah mencetak banyak alumni yang berkiprah di tingkat nasional dan internasional. Di Ponpes inilah beliau mendapatkan bekal dasar utama dalam berbagai disiplin pengetahuan, baik umum maupun agama. Guru utama beliau, Buya KH. Miskun as-Syatibi ialah orang yang paling berpengaruh dalam menghadirkan kecintaan beliau terhadap al-Qur’an dan pendalaman pengetahuan.

 

Selama masa pendidikan ini beliau telah meraih banyak penghargaan baik di tingkat Pondok, Kabupaten Garut, bahkan Propinsi Jawa Barat, khususnya dalam hal syarh al-Qur’an. Di tingkat II Aliyah bahkan pernah menjadi utusan termuda dalam program Daurah Tadribiyyah dari Univ. Islam Madinah di Ponpes Taruna al-Qur’an Jogjakarta. Beliau juga seringkali dilibatkan oleh pamannya KH. Rafiuddin Akhyar, pendiri Dewan Dakwah Islam Indonesia di Banten untuk terlibat dalam misi dakwah di wilayah Banten.

 

Beliau lulus dengan predikat santri teladan dalam 2 bidang sekaligus (agama dan umum) serta didaulat menyampaikan makalah ilmiah “konsep ESQ dalam al-Qur’an” di hadapan tokoh pendidikan M. Yunan Yusuf. Tahun 2003, beliau mendapat undangan PMDK dari Fakultas Dirasat Islamiyyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bekerjasama dengan Univ. al-Azhar Kairo, hingga diterima dan mendapat gelar mahasiswa terbaik dalam program ospek. Tahun 2005, beliau mendapat undangan khusus untuk melanjutkan studi di Kuliyya Dakwah Islamiyyah Libya yang kemudian diterima, walau mesti meninggalkan program FDI dengan raihan IPK 3,98.

 

Di Libya, Adi Hidayat muda belajar intensif berbagai disiplin ilmu baik terkait dengan al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tarikh, Lughah, dan selainnya. Kecintaannya pada al-Qur’an dan Hadits menjadikan beliau mengambil program khusus Lughah Arabiyyah wa Adabuha demi memahami kedalaman makna dua sumber syariat ini.

 

 

Pendidikan Nonformal

 

Selain pendidikan formal, beliau juga bertalaqqi pada masyayikh bersanad baik di Libya maupun negara yang pernah dikunjunginya. Beliau belajar al-Qur’an pada Syaikh Dukkali Muhammad al-‘Alim (muqri internasional), Syaikh Ali al-Liibiy (Imam Libya untuk Eropa), Syaikh Ali Ahmar Nigeria (riwayat warsy), Syaikh Ali Tanzania (riwayat ad-Duri). Beliau juga belajar ilmu tajwid pada Syaikh Usamah (Libya). Adapun di antara guru tafsir beliau ialah syaikh Tanthawi Jauhari (Grand Syaikh al-Azhar) dan Dr. Bajiqni (Libya), sementara Ilmu Hadits beliau pelajari dari Dr. Shiddiq Basyr Nashr (Libya). Dalam hal Ilmu Fiqh dan ushul Fiqh di antaranya beliau pelajari dari Syaikh ar-Rabithi (mufti Libya) dan Syaikh Wahbah az-Zuhaili (Ulama Syiria). Beliau mendalami ilmu lughah melalui syaikh Abdul Lathif as-Syuwairif (Pakar bahasa Dunia, anggota majma’ al-lughah), Dr. Muhammad Djibran (Pakar Bahasa dan Sastra), Dr. Abdullâh Ustha (Pakar Nahwu dan Sharaf), Dr. Budairi al-Azhari (Pakar ilmu Arudh), juga masyayikh lainnya. Adapun ilmu tarikh beliau pelajari di antaranya dari Ust. Ammar al-Liibiy (Sejarawan Libya). Selain para masyayikh tersebut, beliau juga aktif mengikuti seminar dan dialog bersama para pakar dalam forum ulama dunia yang berlangsung di Libya.

 

 

Kiprah

 

Di akhir 2009 beliau diangkat menjadi amînul khutabâ, ketua dewan khatib jami Dakwah Islamiyyah Tripoli yang berhak menentukan para khatib dan pengisi di Masjid Dakwah Islamiyyah. Beliau juga aktif mengikuti dialog internasional bersama para pakar lintas agama, mengisi berbagai seminar, termasuk acara tsaqafah Islâmiyyah di channel at-tawâshul TV Libya.

 

Awal tahun 2011 beliau kembali ke Indonesia dan mengasuh Ponpes al-Qur’an al-Hikmah Lebak Bulus. Dua tahun kemudian beliau berpindah ke Bekasi dan mendirikan Quantum Akhyar Institute, yayasan yang bergerak di bidang studi Islam dan pengembangan dakwah. Pada November 2016, beliau bersama dua sahabatnya Heru sukari dan Roy Winarto mendirikan Akhyar TV sebagai media dakwah utama. Kini, Ustadz Adi Hidayat aktif menjadi narasumber keagamaan baik ta’lim, seminar, dan selainnya. Beliau juga giat mengukir pena dan telah melahirkan karya dalam bahasa Arab dan Indonesia, di antaranya: Minhatul Jalil bi ta’rif arudh al-Khalil, Quantum Arabic, Makna Ayat Puasa, Menyoal Hadits Populer, Ilmu Hadits Praktis, Pengantin as-Sunnah, Pedoman Praktis Idul Adha, al-Majmu Bekal Nabi bagi para Penuntut Ilmu, Catatan Penuntut Ilmu dan Manhaj Tahdzir Kelas Eksekutif.


SUMBER : 

Subscribe to receive free email updates: